Laman

Kamis, 15 Maret 2012

Meluruskan makna jihad “ sebagaimana tema para peneror bom di Indonesia ”

                                                                                                  Oleh : Nopriansyah
 
“yang harus dilakukan mensosialisasikan bahwa jihad dalam konteks Indonesia yang aman dari perang tidak dibenarkan dalam melakukan jihad. Aktivitas yang harus kaum muslim lakukan adalah dakwah secara lisan sebagaimana dilakukan Rosul fase Mekkah demikian konteks Indonesia”
Masih terdengar ditelinga kita tentang beberapa peristiwa teror bom yang sempat membuat resah masyarakat, terror bom yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ini akhirnya menjadi diimbaskan kepada umat islam, padahal belum tau siapa dibalik itu semua.
Memaknai kata jihad secara bahasa tentu kurang tepat dalam mengungkapkan makna hakiki. Memaknai kata jihad harus didahulukan dalam makna syari bukan bahasa. Contoh perkara shalat, jika pendekatan kata shalat dalam bahasa berarti mengingat, maka orang melakukan aktivitas mengingat saja sudah melakukan shalat. Maka para ulama mengartikan secara istilah adalah aktivitas diawalli takbirotul ihram dan diakhiri salam. Demikian juga pemaknaan jihad secara bahasa tentu tidak tepat dengan mengaitkan jihad membebaskan umat islam dari kemiskinan ekonomi, budaya, politik, pendidikan, sains teknologi, kebodohan, dan tantangan menghadapi globalisasi dengan sungguh-sungguh.
Karena itu secara syari jihad adalah berjuang di jalan Allah atau perjuangan dengan segenap usaha melawan kaum kafir untuk meninggikan agama Allah SWT. Terdapat beberapa Sahih Muslim bersumber dari Abu Saad Al Kudri bahwa sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, “Apakah jihad itu?”, dan beliau menjawab, “Berjuang untuk meninggikan Agama Allah SWT”.
Para ulama tafsir, para fikih, ushul, dan hadits mendefinisikan jihad dengan makna berperang di jalan Allah SWT dan semua hal yang berhubungan dengannya. Sebab, mereka memahami, bahwa kata jihad memiliki makna syari, dimana, makna ini harus diutamakan di atas makna-makna yang lain (makna lughawiy dan urfiy). Menurut mazhab Hanafi, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab Badaai as-Shanaai, bahwa secara literal, jihad adalah ungkapan tentang pengerahan seluruh kemampuan, sedangkan menurut pengertian syariat, jihad bermakna pengerahan seluruh kemampuan dan tenaga dalam berperang di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta, lisan ataupun yang lain.
Adapun definisi jihad menurut mazhab Maliki, seperti yang termaktub di dalam kitab Munah al-Jaliil, adalah perangnya seorang Muslim melawan orang Kafir yang tidak mempunyai perjanjian, dalam rangka menjunjung tinggi kalimat Allah SWT, atau kehadirannya di sana (yaitu berperang), atau dia memasuki wilayahnya (yaitu, tanah kaum kafir) untuk berperang. Demikian yang dikatakan oleh Ibn Arafah.
Madzhab as-Syafii, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab al-Iqnaa, mendefinisikan jihad dengan berperang di jalan Allah. Al-Siraazi juga menegaskan dalam kitab al-Muhadzdzab; sesungguhnya jihad itu adalah perang.
Sedangkan madzhab Hambali, seperti yang dituturkan di dalam kitab al-Mughniy, karya Ibn Qudaamah, menyatakan, bahwa jihad yang dibahas dalam kitaab al-Jihaad tidak memiliki makna lain selain yang berhubungan dengan peperangan, atau berperang melawan kaum Kafir, baik fardlu kifayah maupun fardlu ain, ataupun dalam bentuk sikap berjaga-jaga kaum Mukmin terhadap musuh, menjaga perbatasan dan celah-celah wilayah Islam.
Dalam masalah ini, Ibnu Qudamah berkata: Ribaath (menjaga perbatasan) merupakan pangkal dan cabang jihad. Beliau juga mengatakan: Jika musuh datang, maka jihad menjadi fardlu ain bagi mereka jika hal ini memang benar-benar telah ditetapkan, maka mereka tidak boleh meninggalkan (wilayah mereka) kecuali atas seizin pemimpin (mereka). Sebab, urusan peperangan telah diserahkan kepadanya.
Islam juga telah mendudukkan jihad dengan dua bagian yakni Al- Jihad al Mubadaah yaitu melakukan serangan jihad dan Al Jihad al Dafaah yaitu sikap bertahan jihad. Melakukan serangan jihad adalah dalam tujuan menyebarkan islam ke seluruh dunia dalam komando khalifah, dalam penyebaran islam jihad adalah jalan terakhir apabila para penguasa suatu negara menghalangi dakwah dalam bentuk lisan kepada rakyatnya. Sedangkan jihad dalam menjaga jiwa, agama ketika diperangi kaum kafir maka wajib kaum muslim membela diri. Sebagaimana saudara kita di Iraq, Afghanistan, Palestina mereka wajib jihad demi mempertahankan tanah, jiwa, agama mereka ketika diperangi.
Memang ada sebagian saudara kita menempatkan jihad tidak pada tempatnya, yang mengakibatkan citra jihad sangat buruk. Apalagi beberapa peristiwa yang terjadi di Indonesia yang mengatasnamakan jihad oleh oknum tak bertanggung jawab seolah mendapat justifikasi atau pembenaran terhadap pemahaman yang salah tadi. Hal ini pada akhirnya merugikan umat Islam yang jadi sasaran bahan salahan. Bahkan Ustad Abu Bakar Baasyir mengatakan haram melakukan jihad dalam kondisi aman apapun alasannya apalagi konteks Indonesia. Pembelaan kita terhadap Islam bukanlah dengan melakukan dekonstruksi makna jihad yang justru menyimpang dalam Islam. Sebaliknya yang harus dilakukan menyosialisasikan bahwa jihad dalam konteks Indonesia yang aman dari perang tidak dibenarkan dalam melakukan jihad. Aktivitas yang harus kaum muslim lakukan adalah dakwah secara lisan sebagaimana dilakukan Rosul fase Mekkah demikian konteks Indonesia.

Tidak ada komentar: