Laman

Rabu, 11 April 2012

Filosofi Kepelatihan : " Epistemologi "


PENDAHULUAN

Dalam makalah ini akan dipaparkan tentang cabang-cabang falsafat, khususnya pada epistemologi yang akan berusaha menjawab bagaimana proses yang memungkinkan pengetahuan berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus di perhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?.
Perkembangan ilmu pengetahuan  sudah melenceng jauh dari hakikatnya, dimana ilmu pengetahuan bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan menciptakan tujuan hidup itu sendiri. Disinilah moral sangat berperan sebagai landasan normatif dalam penggunaan ilmu pengetahuan serta dituntut tanggung jawab sosial ilmuwan dengan kapasitas keilmuwannya dalam menuntun pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga tujuan hakiki dalam kehidupan manusia bisa tercapai.
Jadi untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya. Maka dengan mudah kita dapat membedakan berbagai jenis pengetahuan yang terdapat dalam khasanah kehidupan manusia. Hal ini memungkinkan kita mengenali berbagai pengetahuan yang ada seperti ilmu, seni dan agama serta meletakkan mereka pada tempatnya masing-masing yang saling memperkaya kehidupan kita. Tanpa mengenal ciri-ciri tiap pengetahuan dengan benar maka bukan saja kita dapat memanfaatkan kegunaanya secara maksimal namun kadang kita salah dalam menggunakannya.


 
PEMBAHASAN

Epistemologi

a.      Pengertian 

            Epistemologi berasal dari bahasa yunani yaitu episteme berarti pengetahuan dan logos berarti ilmu. Epistemologi berarti cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengendalian-pengendalian, dan dasar-dasarnya serta pengertian mengenai pengetahuan yang dimiliki mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan pengenalanya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya. Mereka mengandaiakan begitu saja bahwa pengetahuan mengenai kodrat itu mungki, meskipun beberapa di antara mereka menyarabkan bahwa pengetahuan mengenai struktur kenyataan dapat lebih dimunculkan dari sumber-sumber tertentu ketimbang sumber-sumber lainya. Pengertian yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indra, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah:
1.      Metode Induktif
Induktif yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.
2.       Metode Deduktif
Deduktif ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.
3.      Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh Agus Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui.

Masalah epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Sebelum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan, perlu diperhatikan bagaimana dan dengan sarana apakah kita dapat memperoleh pengetahuan. Jika kita mengetahui batas-batas pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui hal-hal yang pada akhirnya tidak dapat di ketahui.


b.      Hakikat Epistemologi

Jika kita membahas tentang hakikat epistemologi maka terasa sangat lah sulit, karena epistemologi hanya berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan cabang-cabangnya yang pokok, mengidentifikasikan sumber-sumbernya dan menetapkan batas-batasnya. “Apa yang bisa kita ketahui dan bagaimana kita mengetahui” adalah masalah-masalah sentral epistemologi, tetapi masalah-masalah ini bukanlah semata-mata masalah-masalah filsafat. Oleh karena itu, epistemologi lebih berkaitan dengan filsafat, walaupun objeknya tidak merupakan ilmu yang empirik, justru karena epistemologi menjadi ilmu dan filsafat sebagai objek penyelidikannya. Dalam epistemologi terdapat upaya-upaya untuk mendapatkan pengetahuan dan mengembangkannya. Aktivitas-aktivitas ini ditempuh melalui perenungan-perenungan secara filosofis dan analitis.
Perbedaaan padangan tentang eksistensi epistemologi ini agaknya bisa dijadikan pertimbangan untuk membenarkan Stanley M. Honer dan Thomas C.Hunt yang menilai, epistemologi keilmuan adalah rumit dan penuh kontroversi. Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat sistematik yang paling sulit, sebab epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan yang membentang seluas jangkauan metafisika sendiri, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh disingkirkan darinya. Selain itu, pengetahaun merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja, maka minat untuk membicarakan dasar-dasar pertanggungjawaban terhadap pengetahuan dirasakan sebagai upaya untuk melebihi takaran minat kita.

Luasnya jangkauan epistemologi ini menyebabkan objek pembahasannya sangat detail. Metodologi misalnya telah digabungan secara teliti dengan epistemologi dan logika. Sementara itu, logika itu sendiri patut dipertanyakan, apakah logika itu bagian dari epistemologi, diluar epistemologi sama sekali, atau sekedar memiliki persentuhan yang erat dengan epistemologi. Ada yang menyatakan, bahwa posisi logika berada diluar ontologi, epistemologi dan aksiologi. Di samping itu, epistemologi tersebut sebenarnya tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa lepas dari ontologi dan aksiologi. Menurut, Jujun S. Suriasumatri, bahwa persoalan utama yang dihadapi oleh tiap epistemologi pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar dengan memperhitungkan aspek ontologi dan aksiologi masing-masing. Dalam pemahaman yang sederhana epistemologi memiliki interrelasi (saling berhubungan dengan komponen lain, ontologi dan aksiologi).

c.       Kegunaan Epistemologi

Epistemologi atau teori mengenai ilmu pengetahuan itu adalah inti sentral setiap pandangan dunia. Ia merupakan parameter yang bisa memetakan, apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya; apa yang mungkin diketahui dan harus diketahui; apa yang mungkin diketahui tetapi lebih baik tidak usah diketahui; dan apa yang sama sekali tidak mungkin diketahui. Epistemologi dengan demikian bisa dijadikan sebagai penyaring atau filter terhadap objek-objek pengetahuan. Tidak semua objek mesti dijelajahi oleh pengetahuan manusia. Ada objek-objek tertentu yang manfaatnya kecil dan madaratnya lebih besar, sehingga tidak perlu diketahui, meskipun memungkinkan untuk diketahui. Ada juga objek yang benar-benar merupakan misteri, sehingga tidak mungkin bisa diketahui.
Epistemologi ini juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia. Seseorang yang senantiasa condong menjelaskan sesuatu dengan bertolak dari teori yang bersifat umum menuju detail-detailnya, berarti dia menggunakan pendekatan deduktif. Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari gejala-gejala yang sama, baru ditarik kesimpulan secara umum, berarti dia menggunakan pendekatan induktif. Adakalanya seseorang selalu mengarahkan pemikirannya ke masa depan yang masih jauh, ada yang hanya berpikir berdasarkan pertimbangan jangka pendek sekarang dan ada pula seseorang yang berpikir dengan kencenderungan melihat ke belakang, yaitu masa lampau yang telah dilalui. Pola-pola berpikir ini akan berimplikasi terhadap corak sikap seseorang. Kita terkadang menemukan seseorang beraktivitas dengan serba strategis, sebab jangkauan berpikirnya adalah masa depan. Tetapi terkadang kita jumpai seseorang dalam melakukan sesuatu sesungguhnya sia-sia, karena jangkauan berpikirnya yang amat pendek, jika dilihat dari kepentingan jangka panjang, maka tindakannya itu justru merugikan.
Epestemologi juga berguna untuk menafsir dan membuktikan keyakinan bahwa kita mengetahi kenyataan yang lain dari diri sendiri. Usaha menafsirkan adalah aplikasi berpikir rasional, sedangkan usaha untuk membuktikan adalah aplikasi berpikir empiris. Hal ini juga bisa dikatakan, bahwa usaha menafsirkan berkaitan dengan deduksi, sedangkan usah membuktikan berkaitan dengan induksi. Gabungan kedua macaram cara berpikir tersebut disebut metode ilmiah.
Jika metode ilmiah sebagai hakikat epistemologi, maka menimbulkan pemahaman, bahwa di satu sisi terjadi kerancuan antara hakikat dan landasan dari epistemologi yang sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan rasionalisme dengan empirisme, atau deduktif dengan induktif), dan di sisi lain berarti hakikat epistemologi itu bertumpu pada landasannya, karena lebih mencerminkan esensi dari epistemologi. Dua macam pemahaman ini merupakan sinyalemen bahwa epistemologi itu memang rumit sekali, sehingga selalu membutuhkan kajian-kajian yang dilakukan secara berkesinambungan dan serius.



d.      Pendapat Para Ahli

Masa plato dan aristoteles
 
Plato dapat dikatakan sebagai filosof pertama yang secara jelas mengemukakan epistemologi dalam filsafat, meskipun ia belum menggunakan secara resmi istilah epistemologi ini. Filosof Yunani berikutnya yang berbicara tentang epistemologi adalah Aristoteles. Ia murid Plato dan pernah tinggal bersama Plato selama kira-kira 20 tahun di Akademia. Pembahasan tentang epistemologi Plato dan Aristoteles akan lebih jelas dan ringkas kalau dilakukan dengan cara membandingkan keduanya, sebagaimana tertuang pada table di bawah ini.

Tabel komparasi epistemologi Plato dan Aristoteles      
Topik Pemikiran
Plato
Aristoteles
Pandangan tentang dunia
Ada 2 dunia:  dunia ide & dunia sekarang (semu)
Hanya 1 dunia: Dunia nyata yang sedang dijalani
Kenyataan yang sejati
Ide-ide yang berasal dari dunia ide
Segala sesuatu yang di alam yang dapat ditangkap indra
Pandangan tentang manusia
Terdiri dari badan dan jiwa. Jiwa abadi; badan fana (tidak abadi).
Jiwa terpenjara badan.
Badan dan jiwa sebagai satu kesatuan tak terpisahkan.
Asal pengetahuan
Dunia ide. Namun tertanam dalam jiwa yang ada dalam diri manusia.
Kehidupan sehari-hari dan alam dunia nyata
Cara mendapatkan pengetahuan
Mengeluarkan dari dalam diri (Anamnesis) dengan metoda bidan
Observasi dan abstraksi, diolah dengan logika














PENUTUP


Kesimpulan

Epistemologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang berusaha menjawab bagaimana proses penimbaan pengetahuan yang berupa ilmu tersebut dan apa yang harus kita ketahui agar bisa mendapatkan pengetahuan yang benar. Epistemologi juga sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan rasionalisme dengan empirisme, atau deduktif dengan induktif), dan di sisi lain berarti epistemologi itu bertumpu pada landasannya, karena lebih mencerminkan esensi dari epistemologi. Dalam pemahaman yang sederhana juga epistemologi memiliki interrelasi (saling berhubungan dengan komponen lain, ontologi dan aksiologi).




Sumber :
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar         Harapan, Jakarta, 1996.
Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, Penerbit Rake Sarasin, Yogjakarta, 2001.  
Louis O. Kattsouff, Pengantar filsafat, Tiara Wacana, Yogjakarta
Sidi Gazalba, Sistematika filsafat II, Yogjakarta, 1995.
suparmanhttp://www.blogger.com/profile/03249547895308622683noreply@blogger.com
Âmuzesy-e Falsafeh, Ustadz Ayatullah Misbah Yazdi
 Ma'rifat Syinâsi dar Qur'ân, Ustadz Ayatullah Agâ Jawadi Amuli
Berbagai referensi dari internet.

Tidak ada komentar: